Tuesday, September 4, 2012

Contoh Kasus Penyimpangan Jalan Dari Tujuan Semula


Seorang sufi bukan sosok yang menyeramkan. Ia tidak harus memiliki karakter wajah yang khas, berambut dan berjenggot panjang. Ia juga tidak harus berpenampilan berpakaian lusuh, kumal dan compang caping. Juga tidak berperilaku nyleneh. Yang membuat orang lain bingung dan tidak mengerti. Bahkan seoran Sufi tidak wajib sakti, mempunyai kekuatan supranatural dan kemampian magic yang memuat orang terheran.

Sufi, sebutan ini tidak diberikan karena adanya karakter penampilan. Predikat ini diberikan sebab adanya tinkat keimanan dan ketakwaan. Allah mengangkat para Sufi sebagai wali(kekasih) bukan karena penampilan mereka tetapi lantaran kualitas keimanannya yang melebihi dari manusia-manusia biasa. Jadi, tidak ada simbol-simbol unik dalam dunia Sufi kecuali mereka adalah manusia dengan tingkat keimanan yang sempurna. Menurut Ibnu Taymiyah, sesungguhnya wali-wali Allah ada didalam segenap lapisan masyarakat umat Muhammad SAW. Selama mereka tidak termasuk ahli bid'ah dari orang-orang yang bejad moral. Wali Allah ada di dalam golongan ahli Qur'an, ahli ilmu, ahli jihat, pedagang, tukang, pegawai, dan petani.

Itulah Sufi(Wali) sebuah gelar yang diberikan Allah kepada para hambanya yang shalih. Hanya Allah semata sebenarnya yang berhak memberikan panggilan itu. Tidak ada kriteria tertentu untuk mendapat julukan mulia ini selain persyaratan iman dan takwa. Dengan demikian sebenarnya siapapun bisa diangkat Allah sebagai kekasihnya. Dengan kata lain, siapapun sebenarnya bisa menjadi Sufi selagi ia berjalan diatas garis-garis yang teah ditentukan oleh Allah sendiri dalam suatu syariat yang telah dibawa oleh Nabi Muhmmad.

Sebelum diuraikan tentang jalan (tariqah) yang harus dilalui oleh seseorang untuk bisa mendapat pengangkatan waliyullah, terlebih dahulu akan diuraikan tentang sebuah jalan yang salah yang sering kali dilalui oleh para pemula yang kurang paham akan ajaran sufi yang sesungguhnya. Ada dua kasus yang ingin kami sampaikan terlebih dahulu dalam masalah ini. Pertama, ada seorang lelaki yang akibat himpitan ekonomi, ia memutuskan untuk masuk dalam dunia tasawuf dan menjadi seorang Sufi. Sebelumnya tidak ada yang bisa ia kerjakan kecuali hanya menganggur. Ia selalu berusaha untuk mencari pekerjaan, tetapi ternyata Tuhan masih menentukan lain. Mungkin seorang laki-laki ini melum menyadari bahw Tuhan sedang menguji kesabarannya. Ia selalu berfikir dan berfikir tetapi selalu berakir dengan kebingugan dan keputusasaan. Hingga diakir semua itu ia berkesimpulan bahwa, semakin ia memikirkan masalah dunia, maka semakin itu pula ia mengalami kebingungan yang luar biasa. Hatinya semakin gila dan batok kepalanya serasa mau pecah. Lantas apa yang bisa ia kerjakan dengan sisa harapanya yang perlahan mulai hancur?

Sungguh , satu keputusan yang luar biasa, seorang lelaki itu serasa mendapat petunjuk dari Tuhan. Serasa ada yang membimbig dan menuntunnya menuju jalan yang penuh dengan kerohanian. Ia memutuskan untk masuk dalam dunia tasawuf. Ia ingin menjadi seorang Sufi yang bersih dari kebingungan-kebingungan dunia. Ia igin menjadi Wali yang bebas dari penderitaan-penderitaan ekonomi. Ia pergi jauh entah kemana. Ia bertekat untuk membelakangi dunia yang selama ini membuatnya semakin susah dan menjauhkan dirinya dengan Allah. Ia tinggalkan begitu saja keluarga tanpa adanya beban pikiran bagamana dengan nasip anak dan istrinyananti, sebab dalam pikiran lelaki itu anak, istri dan harta dunia adalah satu fitnah yang seringkali menjadikan manusia semakin jauh dari Tuhannya. Ia pergi meninggalkan kampung halamannya dan menjauhkan diri dari hingar bingar komunitas manusia yang menurutnya semakin rusak. Is pergi dari wujud dunia untuk bertemu dengan Allah dengan meninggalkan bermacam pertanyaan-pertanyaan dimana dan bagaimana ia kini.

Kasus kedua, ada seorang teman yang sejak semula ingin memasuki dunia Sufi. Sebelumnya ia memang orang yang suka menyendiri, merenung dan mencoba berfilsafat tentang kehidupan ini. Makanya ia sempat masuk ke perguruan tinggi untuk menjadi Mahasiswa fakultas filsafat. Tidak lama ia kuliah fakultas filsafat , ditengah jalan ia drop out dengan dua alasan yaitu karena biaya dan karena ia tidak puas dengan yang ia dapat dari bangku Universitas.

Sebagai seorang yang sejak semula selalu diganggu dengan pertanyaan-pertanyaan dari tujuan hidup, maka ia mengambil keputusan yang sama persis dengan keputusan yang diambil oleh Imam Al-Ghazali yang meninggalkan Bagdad, yaitu meninggalkan bangku kuliah dan keluarganya untuk menemukan jawaban yang pasti. Ia memilih tempat yang dirasa sesuai, yaitu tempat-tempat pemakaman para Wali(tempat-tempat peziarahan Wali Songo). Apa yang ai lakukan disana. Sudah pasti di tempat-tempat tersebut ia menjalani kehidupan seorang Sufi.

Ada banyak keanehan dan keganjilan yang dilakukan teman ini dalam memulai “kariernya” sebagai Sufi yang diantaranya seperti, ia menanggalkan pakaian yang bisa ia kenakan dan menggantinya dengan pakaian ala orang gila. Tidakk hanya dari segi pakaian saja, bahkan ia bertingkah laku seperti orang gila. Apa kini ia menjadi gila?? Ternyata tidak, hal tersebut ia lakuka untuk memerangi hawa nafsunya. Ia mematahkan nafsu riya', ujub dan takabur. Dengan berpenampilan seperti itu diharapkan rasa pamer dan riya' supaya dipuji orang itu sirna.

Ternyata keganlan teman ini berlanjut pada hal yang berkaiatan dengan syari'at. Ia sudah mulai berani menggalkan shalat, ia berasalasan hal tersebut ia lakukan untuk menemukan siapa Allah itu sebenarnya. Menurutnya shalat tidak pernah bisa khusyu' sebelum ia menemukan jawabaitu. Ringkasnya ia tidak shalat dulu sebelum ia bermakrifat dulu atau tahu betul tentang hakikat Tuhan. Tapi sampai kapan ia meninggalkan tiang gama itu?.

Itulah dua contoh kasus yang termasuk dalam penyimpangan jalan yang dilalui sebagian orang yang tidak sesuai dengan syariat yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.

No comments:

Post a Comment