Saturday, September 8, 2012
Secara Perlahan Amarah Menghilangkan Perasaan Yang ada di Hati
Menyambung postingan sebelumnya tentang 9 penyakit hati menurut Al-Ghozali, penyakit yang kedua setelah tindakan israf adalah berbicara yang tiada guna. Nabi bersabda, “ Berbicaralah yang baik, atau kalau tidak bisa lebih baik kamu diam”. Banyak sesungguhnya bahaya yang ditimbulkan oleh lidah. Dalam kehidupan sehari-hari seseorang bisa saja selamat atau malah mendapat bencana besar dari orang lain tergantung pada ke hati-hatiannya dalam menjaga bicaranya. Agama memerintahkan untuk tidak bicara banyak apalagi yang tiada manfaat dan menganjurkan untuk diam adalah upaya dalam penyelamatan manusia dari bencana tersebut.
Berbicara yang tiada guna sebenarnya merupakan bentuk pengumbaran nafsu lidah. Bisa dipastikan bahwa orang-orang yang sering berkata yang tiada guna itu banyak omongnya. Orang-orang demikian biasanya sering kali mengumbar bicara kesana kemari tanpa tahu maksud dan tujuannya, hingga pada akhir pembicaraan ujung-ujungnya adalah sebuah gosip atau mencari-cari kelemahan dan kesalahan orang lain. Itulah mengapa bisa dipastikan bahwa semakin seseorang itu banyak bicaranya maka semakin banyak pula salah dan dosanya terhadap orang lain.
Selain mempunyai madzarat terhadap keselamatan seseorang dalam kehidupan bermasyarakat, mengumbar omong ternyata bisa menyebabkan kelalaian seseorang untuk mengingat Tuhan. Dalam hal ini Al-Ghozali mengatakan:
“Ketahuilah, bahwa jika engkau mengatakan sesuatu yang tidak ada manfaat bagimu, maka engkau telah menyia-nyiakan umurmu dan menempatkan dirimu pada penghisaban serta mengganti lebih baik dengan yang lebih rendah. Kalau engkau mengingat Allah sebagai ganti dari berbicara yang tiada guna, atau engkau diam, atau engkau menyibukkan diri dengan berpikir, niscaya engkau akan memperoleh suatu derajat yang mulia”.
Dengan banyak melakukan pembicaraan yang tidak ada manfaatnya sama sekali itu berarti telah membuang banyak waktu untuk kesia-siaan. Banyak waktu terbuang begitu saja untuk hal-hal yang mubadzir. Tentu ini akan membawa suatu konsekuensi, yaitu waktu untuk mengingat Allah akan tersita dan tersedot pada waktu yang sia-sia. Dan jika hal ini terus saja berlalu, di mana banyak waktu terbuang sia-sia bahkan akan menambah banyak dosa sementara itu waktu untuk mengingat dan dzikir kepada Allah hanya dalam porsi yang sangat minim, maka perlahan namun pasti hati akan berada jauh dan semakin jauh dengan Allah.
Sifat yang ketiga adalah marah. Marah adalah se bentuk ketidak mampuan seseorang untuk menahan hawa nafsunya. Al-Ghazali mengatakan bahwa marah adalah api yang tersembunyi di dalam hati seperti tersembunyi nya bara api di dalam sekam yang akan muncul dengan tiupan dari dalam. Kemungkinan api marah tersebut adalah sebuah api yang merupakan asal penciptaan setan.
Suatu saat Rasul berkata kepada para sahabat, “Siapakah menurut kalian orang perkasa itu?” Para sahabat menjawab : “Ialah orang yang tidak terkalahkan oleh siapaun”. Maka Rasulullah menjawab : Bukan itu, melainkan orang yang perkasa adalah orang dapat menguasai dirinya ketika marah“.
Seseorang dapat diketahui apakah ia berhasil dalam mengekang hawa nafsunya atau tidak dapat dilihat sejauh mana ia dapat meredam kemarahannya. Memang teramat sulit untuk mengekang nafsu amarah ini. Sebab tindakan ini merupakan perjuangan untuk melawan dirinya sendiri dan bukan orang lain. Tapi hal tersebut bukan lah tidak mungkin untuk bisa di upayakan. Bagamanapun nafsu marah harus diperangi sebab amarah seringkali membuat manusia tidak tahu lagi siapa dirinya. Kita bisa lihat bagaimana mana orang yang sudah dikuasai oleh kemarahannya, maka pada saat itu matanya buta, perasaannya seketika hilang, perhitungan-perhitungan akal sudah lagi tidak digunakan. Ia tidak lagi melihat dan menimbang akibat apa yang nanti akan terjadi. Ia tidak mempedulikan semua itu, yang penting ia sudah melampiaskan kemarahannya.
Secara Psikologis kemarahan akan menjadikan hati menjadi keras. Secara perlahan-lahan kemarahan akan menghilangkan perasaan-perasaan kemanusiaan yang ada dalam hati seseorang, dan jikalau perasaan hati menjadi keras sebab tidak ada lagi perasaan kemanusiaan didalamnya, maka hati akan menjadi beku seperti batu yang tentu demikian akan sulit sekadar untuk menerima bisikan-bisikan lembut yang datang dari Tuhan.
Keempat, hasad. Hasad adalah suatu sifat membenci terhadap keberhasilan yang telah diperoleh oleh orang lain. Dalam bahas kita hasad bisa diartikan iri dan dengki.
Sisi keburukan yang ada dalam sifat hasad sebenarnya bukan hanya berupa kebancian terhadap orang lain karena keberhasilan nya, melainkan juga terhadap sifat ambisi yang begitu kuat untuk memiliki keberhasilan tersebut. Sehingga dengan demikian jika seseorang telah mendapatkan keinginannya itu dia akan bangga dengan keberhasilan nya. Atau jika ia tidak berhasil mencapai ambisinya maka kebencian nya terhadap orang lain akan bertambah pula.
Tidak ada sisi yang baik dalam sifat hasad. Semua sifat yang ditimbulkan darinya akan selalu berefek negatif. Makanya Nabi sampai bersabda dalam sebuah hadis mengenai sifat hasad ini :
“Sifat hasad sesungguhnya akan memakan kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar”
Menurut Imam Al-Ghazali, sifat hasad sesungguhnya bersumber dari rasa dendam. Dan dendam adalah merupakan akibat dari marah. Kedua sifat ini adalah merupakan bara api yang sudah ada dalam diri manusia yang sewaktu-waktu akan terbakar jika sifat hasad ini mulai ada. Dan jika ini sudah benar-benar terjadi dalam diri manusia maka seluruh kebaikan-kebaikan yang ada dalam catatan amalnya akan ikut terbakar hangus sampai yang tersisa hanya tinggal dosa-dosa yang semakin lama semakin menumpuk. Jika hati sudah tidak ada lagi kebaikan di dalamnya hingga yang tertinggal hanyalah kotoran-kotoran hitam akibat dosa, maka hati tersebut lambat laun akan menjadi kelam dan hingga akhirnya akan mati.
Labels:
Sufi
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment